Sunday, July 10, 2011

Efek Difusi Media Sosial di Mata Saya

Bagi yang akrab dengan dunia maya, kalian juga pasti merasakan bila aktivitas sosial masyarakat modern saat ini sudah berakselerasi diruang internet. Semuanya serba elektronik. Tanpa harus tatap muka, cukup via Twitter, Facebook, Plurk, YM, Skype dll kita sudah bisa menyalurkan hasrat bersosialisasi dengan mulus tanpa batas. Dari obrolan yang penting sampai yang tidak penting sekalipun bisa hadir didunia maya. Dari orang yang kita kenal sampai yang tidak dikenal. Ibaratnya sudah kayak ngobrol muka ketemu muka.

Transformasi Sosial
Saya pribadi sepenuhnya sadar, aktivitas sosial kita yang telah bertranformasi ke dunia digital memang tidak dapat ditolak lagi. Gara-gara facebook, saya akhirnya bisa bertemu dengan teman-teman waktu SD, SMP, SMA yang sudah bertahun-tahun tidak ketemu.  Tidak jarang media sosial ini juga dijadikan alat untuk nyebarin undangan nikahan, sunatan, reunian, sampai acara seminar. Gila ya, sudah sepesat itu transformasi sosial kita. Diam-diam saya sempat bersyukur juga sih, karena luasnya jangkauan yang difasilitasi oleh beragam social media saat ini saya akhirnya bisa bersilaturahmi dengan sahabat, keluarga bahkan saya juga diberikan peluang untuk bertemu dengan teman-teman baru. Tidak sedikit dari teman baru tersebut yang akhirnya jadi sahabat saya sampai sekarang. Malah ada yang sempat jadi pacar segala hahaha kalau dipikir-pikir lucu juga yah... ah, saya 100% yakin kalian juga pasti pernah mengalami hal sama bukan? (^___~)
Diruang media sosial, kita diberikan keleluasaan untuk membagi ide atau sekedar pendapat mulai soal kehidupan sehari-hari sampai masalah sosial, politik, hukum yang lagi hangat diberitakan. Saking serunya beropini, beberapa teman juga sering ikut membagi pemikiran mereka dari yang ilmiah banget sampai yang sekedar guyon. Malah kadang komentar-komentar yang muncul tidak nyambung sama sekali dengan pokok pembicaraan. Tapi disitulah menariknya. Kita kadang otot-ototan berpendapat tanpa tahu bagaimana mimik muka teman kita hahaha emosional bangetlah pokoknya. Jujur, saya benar-benar menikmati situasi seperti itu, sesi obrolan tanpa mimik hehehe
Meskipun manfaatnya sudah saya rasakan betul, tapi kekhawatiran juga muncul di benak saya. Apakah pola komunikasi seperti itu natural? Coba bayangkan, emosi yang timbul tidak kita rasakan secara nyata. Tidak ada mimik yang bisa kita tangkap saat bercakap-cakap. Kita tidak tahu reaksi teman kita diujung sana, saat dia tertawa dengan celotehan kita, menangis saat curhat tentang masalah pribadinya, jengkel saat dia tidak suka atau tidak sependapat dengan kita. Kedengarannya sentimementil memang, tapi inilah yang saya rasakan. Ibarat, masakan itu kurang gula sama garam. Hambar dilidah, dihati dan penglihatan. Mungkin ada sependapat dengan saya?

Transformasi Belanja
Selain ngobrol, saya juga sempat beberapa kali melakukan transaksi berbelanja online. Cukup searching, clicking, selecting, dealing, and paying (bener nggak sih urutannya? hihihi), maka semua kebutuhan berbelanjamu bisa selesai dalam waktu singkat. Menurut saya, belanja online itu ada untung ada ruginya. Kalau dilihat dari kacamata saya, ada beberapa keuntungan yang bisa saya dapat sebagai calon customer. Pertama, jelas tidak memakan waktu banyak buat hunting sesuatu yang saya butuhkan. Jadi tidak perlu muterin toko dari satu mall ke mall yang lain. Kedua, pilihan produk cenderung variatif. Kadang produk yang dijual juga tidak tersedia di toko konvensional (itu sih kata penjualnya hahaha ops.. keceplosan deh).
Bagi penjual yang fair dengan harga dia tentu mematok harga yang masih masuk akal untuk produk yang dia jual. Untuk perkara ini kadang saya melakukan survei kecil-kecil ke toko konvensional untuk checking harga. Bukan apa-apa sih, kalau harga di toko konvensional ternyata jauh lebih murah mending saya beli disana deh hehehe belum lagi kena biaya pengirimannya? duh, mending nggak usah belanja kali ya? hahaha
Berarti, perkara harga bisa menguntungkan bisa juga merugikan bukan? nah sekarang tinggal kita yang harus pintar mengatur siasat berbelanja, lagipula bila barang yang kita butuhkan itu masih bisa dijangkau dengan membeli ke toko konvensional ada baiknya tidak membeli di online shop. Menurut saya, kita juga bisa jauh lebih puas berbelanja bila tahu kualitas barang secara langsung. Sesuai yang kita inginkan. Pernah suatu kali saya menggunakan jasa online shop untuk membuatkan model sepatu sesuai contoh yang ditawarkan. Harapan saya, sepatu yang diproduksi bisa persis 90% seperti yang dijanjikan penjualnya. Singkat kata, hasilnya sama sekali jauh dari contoh awal. Saya tentu agak kecewa, akhirnya barangnya tidak jadi saya ambil. Dari situ saya akhirnya belajar dan berhati-hati (tapi bukan parno ya) belanja di online shop. Saya sepenuhnya yakin, tidak semua online shop demikian.

Sekian dulu berbagi opininya, mungkin itu pengalaman yang saya rasakan selama mengakrabi media sosial. Itu opiniku, apa opinimu? haha uda kayak iklan mie aja nih... (^___~)

No comments:

Post a Comment

Setelah baca postingan saya, jangan lupa tinggalin jejak ya. Terima kasih :))