Normalnya setiap orang kepingin melakukan sesuai dengan yang dia katakan, sesuai dengan yang dia inginkan. Bukan begitu? Namun sayangnya praktek memang seringkali jauh dari teori.
Tidak perlu jauh-jauh, contohnya saya ambil di lingkungan keseharian saya. Siapa sih yang nggak suka dilayani dengan ramah, penuh senyum saat berbelanja. Pasti semua kepingin kan ya? Tapi bagaimana bila keadaan itu dibalik. Petugas (yang melayani) sudah melontarkan senyum, ramah pula, eeeh tapi ternyata kitanya yang sepet. Kecut, nggak ada sunggingan barang sedikit aja. Petugasnya uda bilang terima kasih, yang dilayani malah ngelengos nggak ngucap terima kasih. Kebayang nggak tuh perasaan yang melayani?! Nggak enaaaaak banget, kan sodara-sodara!
Siapa sih yang nggak pernah ngerasain antri, coba deh angkat tangan atau sebut orangnya. Kalau ada berarti orang itu nggak pernah hidup bersosialisasi, tegur sapa dengan dunia luar. Demit aja butuh sosialisasi, ya kan? Ops balik ke masalah antri. Asli saya paling nggak demen kalau orang sudah tau kondisinya antri, yang belakang nggak mau sabar, sok-sok diburu waktu padahal nggak ada acara apa-apa setelah itu. Iya kan?! Ya namanya juga antri ya pak bu, kita harus rela sabar sampai tiba giliran kita dilayani. Dari pengamatan saya, biasanya ibu-ibu nih yang suka nggak sabaran sampe nyela antrian. Padahal dia baru berdiri ngantri nggak lebih dari 5 menit! Waktu itu memang sombong pak bu, dia nggak pernah mau melambatkan detik, menit dan jamnya buat nunggu kita barang sepersekian detikpun. Tapi jangan atas nama waktu, semua pihak jadi rugi gara-gara anda yang tidak mau antri!
Siapa sih yang nggak mau dilayani dengan maksimal, komplain/masukannya diindahkan dengan baik? Pasti semua pengen kan ya? Tapi bukan berarti kita bisa berlagak seperti bos. Merintah orang sana sini, kritik orang tanpa tahu duduk permasalahannya? Jangan karena kita sedang dalam posisi dilayani, bisa dengan seenaknya mendikte bagaimana caranya bekerja tanpa tahu apakah kita bisa melakukan hal yang sama atau tidak. Kalaupun tidak ngena dihati, sampaikanlah dengan bijaksana. Yang dikasih masukan bisa nerima dengan kooperatif, dan kita yang ngasi masukan juga tidak malu-maluin diri sendiri. Ah, sering banget ngeliat kejadian, karena merasa tidak dilayani dengan baik, si bapak/ibu malah teriak-teriak nggak jelas buat nunjukin protesnya. God! Kalau kesalahannya fatal sih saya mafhum, ini cuma karena masalah sepele (sangat sepele malah) yang sebenarnya bisa selesai dengan kata maaf tapi malah jadi panjang kali lebar!
Tiga masalah keseharian ini sengaja saya angkat karena saking bingungnya dengan habits kita sehari-hari yang tanpa kita sadari sudah medua dalam sikap. Dalam kondisi ideal, kita pengen ini itu yang serba positif. Tapi kenapa ya, apa yang ada dipikiran dan ucapan kita itu mental tiba-tiba kalau sudah dipraktekkan. Persis kayak orang amnesia. Pengen dilayani dengan manis, kitanya yang nggak bersikap manis. Bola/ik kita muja-muji orang Jepang yang bisa antri dengan baik, ternyata kita sendiri nggak bisa tuh nerapin seperti yang kita puji tadi. Kita selalu menuntut pihak lain untuk mendengarkan kita tapi kitanya tidak mau menyampaikan dengan baik pula.
Intinya, just do what you say! Jangan bisanya cuma nuntut, tapi enggan melakukannya!
NB:
FYI, tema postingan ini merupakan repetisi dari postingan sebelumnya. Sengaja :))
No comments:
Post a Comment
Setelah baca postingan saya, jangan lupa tinggalin jejak ya. Terima kasih :))