Thursday, January 10, 2013

From "First Come, First Served" to "First Come, Last Served"

Gambar ini saya culik dari sini
Sebetulnya saya bukan tipe orang yang suka menyampaikan keluhan di media sosial. Terlebih lagi ada kaitannya dengan pelayanan di suatu tempat. Toh bukan saya saja yang punya keluhan. Tapi setelah saya pikir-pikir, bila keluhan itu disampaikan dengan konstruktif, tidak mengada-ngada dan itu benar kita alami sendiri, maka tidak ada salahnya itu disampaikan kepada yang bersangkutan dan juga melalui media seperti yang saya lakukan saat ini, via blog. 

Oke kita mulai saja ya, saya akan sampaikan sesuai dengan kronologi. Jreng jreng jreng, here we go! (apa coba?) :D Jadi ceritanya begini, tadi malam (9 Januari 2013) saya dan mas sekitar jam 8an mutusin buat beli makan diluar (tidak masak seperti biasanya). Berhubung belum ada ide mau makan dimana, maka muter-muterlah kita di kawasan UGM dan sekitarnya sampe-sampe nyungsep ke daerah Jakal km 7 keatas. Setelah nyadar sudah buang-buang waktu setengah jam lebih (padahal itu sudah posisi lapar sangat) maka turunlah kita ke arah ugm lagi. Setelah melototin beberapa tempat makan sepanjangan jalan, tiba-tiba dikiri jalan kebaca papan nama Kalimilk. OMG! Ini tempat yang dari kapan bulan pengen saya datengin! Girang kemaleman nih ceritanya hahaha Berhubung saya dan mas penyuka susu, pleeees itu pertama kalinya kami kesana, lantas melipirlah kami ke parkiran Kalimilk. Padahal jam tangan saya sudah nunjukin hampir jam 9 malam, dinner kemaleman ceritanya -__-  

Kirain pas masuk uda bisa dapat tempat duduk. Ternyata saya keliru, waiting list!. Dalam hati, ya Tuhan pantes aja ini tempat famous, yang antri panjang, musti registrasi dulu kita. Nggak mau keduluan orang, kita buru-buru register ke mbak itu. Pas saya register mbaknya tanya mau diruangan no smoking atau smoking area? Dalam hati, ini saya nggak salah dengar apa ya, Kalimilk yang katanya jual susu (yang notabene sehat) nyediain smoking area?. Tapi karena saking excitednya, pikiran itu nggak saya pedulikan. Kami pilih yang no smoking area, karena kami bukan perokok aktif. 

Oia, karena sistem tunggu, waktu itu mata saya sempat lirik sana-sini, ada 3 customer yang sudah lebih dulu datang. Jadi, kami urutan ke empat. Setelahnya, uda nggak mau ngitung hehehe Well, sambil nunggu informasi meja buat kami, seperti biasa saya dan mas pasti diskusi dalam rangka mengomentari tempat yang bagi kami pertama dan baru kali itu dikunjungi. Yup, bagi saya terutama, first impression itu penting! Terlebih lagi itu adalah tempat makan. Mungkin bagi kebanyakan itu hal remeh, tapi buat saya itu entry point apakah saya akan kesana lagi atau tidak. Tidak peduli itu tempatnya kaki lima ataupun sekelas restoran.

Saya sempat memerhatikan beberapa instalasi yang terpasang area lantai satu Kalimilk. Favorit saya ada pada susunan partisi didinding depan lobby yang terbuat dari kayu (saya biasa nyebut itu kayu petikemas, nggak tau nama persisnya) dengan gambar sapi (kalo tidak salah) diatasnya. Lantas mas saya nyeletuk, ruangan lantai satu ini kok konsepnya campur-campur ya? Jawab saya, mungkin ownernya memang pengen konsep kayak gitu kali. Dia juga agak menyayangkan kurangnya pemanfaatan ruangan. Mengingat yang antri juga banyak, keliatan sekali ruangan di lantai satu minim tempat. Yah, walaupun yang waiting list disediakan kursi tunggu, tetap saja menurut saya itu jadi sumber ketidaknyamanan. Padahal kalau mau sedikit usaha yang agak tricky sih (ciee sok-sokan nih haha) mungkin bisa nambah 3-4 meja disana. Maklum, orang yang sudah dapat meja duluan, mana mau mikirin orang yang lagi nunggu giliran dapat tempat duduk, iya kan?. Simpulan kami, solusinya ya tambah meja dan kursi :)

Well, setelah acara diskusi kecil-kecilan soal interiornya, tibalah giliran kami menuju ke meja. Awalnya, kami minta yang no smoking area, tapi berhubung lantai bawah penuh, mbaknya nawarin di lantai atas. Apa boleh baut (eh salah, buat maksudnya) sudah kadung laper dan pengen ngerasain menunya Kalimilk, kami pilih lantai atas. Dapet meja nomer 24. Kata mbaknya, udaranya terbuka jadi nggak bakal terganggu dengan asap rokok. Baiklah, i trust her

ini dia penampakan nomer meja kami
Setelah duduk, kami langsung diberikan daftar menunya (mbak yang melayani beda lagi, yang ini pake kutek merah, jadi pengen kutekan nih heuheuheu). Mata kami langsung ngulik-ngulik, kira-kira menu apa yang enak. Maklum jam segitu (jam 9 lebih dikit) menunya uda banyak yang habis. Tapi tak apalah yang penting hasrat minum susu di Kalimilk terpenuhi hahaha Oya, soal harga mereka masih jual di range yang masuk akal buat kantong mahasiswa. Jakal kan masih kitaran kampus, biasanya yang ditawarin juga harga mahasiswa. Dan taraaaa akhirnya, saya pilih Kalimilk banana spesial dengan pancake, mas milih Kalimilk yogurt coklat spesial dengan red sauce spaghetti. Akhirnya, saya jadi salah satu #neneners hahaha 

Lepas mbaknya pergi, sayapun melancarkan aksi lirik-lirik sekeliling. Makin dilihat, ternyata benar lantai ini memang diperuntukkan bagi mereka yang merokok. Ini yang begitu saya sesalkan. Konsep jasa dan menu yang ditawarkan adalah susu sebagai andalan, tapi kenapa ditempat yang menawarkan produk 'sehat' seperti susu malah memperbolehkan bahkan menyediakan smoking area? Agak konyol jadinya, konsep mana yang mau diusung ownernya, mau konsep sehat apa cuma ngikutin logika bisnis yang penting untung dan banyak customer? Kalau memang mau sehat, ya semua hal yang menyangkut manajemen juga semestinya sehat, bukan?. Menurut saya, ini jadi hal kedua yang perlu jadi evaluasi, setelah perkara antrian dengan maksimasi ruangan di lantai bawah. 

5 menit pun berlalu, mbaknya (yang ini pake kerudung abu-abu) balik mau ngasi tahu kalo red sauce spaghetti dan kalimilk coklat pesanan mas saya, habis! Nah loh, masku langsung bingung, akhirnya dia pesen honey chicken blackpepper sama kalimilk coffee spesial. Ditunggu-tunggu 5 menit lewat, 10 menit jalan terus, belum ada tanda-tanda minuman datang. Oke tidak apa-apa, kan lagi rame, kita maklum. Positive thinking lah ya.  

Tik tok tik tok! Waktu sudah nunjukin pukul 21.39, masnya nyamperin kita, kalo honey chicken blackpepper-nya juga habis. What? Saya yang biasa sabar dengan pelayanan, akhirnya nggak bisa toleransi. Kok bisa ya ngasih tahu customer 20 menit kemudian? Akhirnya, the honey chicken blackpepper has been canceled

Lebih aneh lagi dipikiran saya, kenapa dalam waktu total >30 menit itu tidak satupun minuman yang kami order keluar. Sampai-sampai saya perhatikan, kok meja yang depan saya (2 orang cewek) yang jelas-jelas datang belakangan sudah disuguhi minuman dan makanan yang dipesan. Lanjut meja disamping kanan saya, lalu 3 meja belakang saya, 1 meja didekat pintu masuk ke lantai 2, sudah dilayani dengan sangat baik. Nggak sampai disitu saja, 1 meja dipojok (rombongan) yang kelihatannya sudah agak lama, malah saya perhatikan 2 kali sempet nambah pesanannya. Dan pesanannya datang in minutes! Meja 24? Nol sama sekali.  

Persis jam 21.45, saya langsung mengajak mas pulang. Ini sudah bukan bentuk pelayanan yang mengutamakan konsep first come, first served lagi. Adanya malah first come, last served!. Bagi orang yang menghargai waktu dan kenyamanan customer, jelas kedua hal itu dilanggar. Situasi crowded (artinya banyaknya pengunjung) sudah seharusnya bisa diantisipasi oleh manajemen. Paling tidak oleh manajemen di dapur. Saya tidak tahu, sistem komunikasi yang tidak jalan antara pramusaji dengan kitchen crew-nya atau karena kurangnya kontrol sehingga first in first out disetiap menu yang diorder jadi tidak diperhatikan oleh kitchen crew? Atau bagaimana penjelasan teknisnya sehingga bisa masuk akal dipikiran saya bahwa 5-6 meja itu bisa lebih cepat dilayani daripada kami yang duduk di meja 24? at least, kalau minumannya saja yang pertama keluar, itu masih kami maklumi. But i think, its just a dream so far... 

Sayapun langsung beranjak dari meja menuju tangga, sementara mbak pramusaji kerudung abu-abu datang dengan membawa pesanan kami. Saya sudah tidak peduli sama sekali. Biasanya saya sangat sopan pada petugas yang memberikan pelayanan. Tapi maaf, malam itu tidak berlaku. Kenapa? karena tidak ada satupun petugas/pramusaji yang datang ke meja kami menyampaikan permohonan maaf karena kualitas pelayanan yang "cepat" itu. Atau paling tidak memberikan informasi dan alasan yang baik tentunya, kenapa menu yang kami order tidak kunjung disajikan. 

Saya pikir, pengalaman pertama saya ke Kalimilk akan membawa saya datang kesana berkali-kali. Tapi first impression-nya justru first come, last served. Tidak berlakunya garansi "keep your customers coming back" itu akan jadi alasan kuat bagi saya untuk puluhan kali berpikir ulang datang kesana merasakan susu yang katanya disajikan modern itu! Terima kasih atas pengalamannya. 

No offense untuk hal ini, meskipun keluhan saya sudah ditanggapi dengan permintaan maaf via DM di Twitter (dan saya maafkan tentunya), menurut saya manajemen Kalimilk tetap perlu kritik dan evaluasi. Pandangan saya, seharusnya kejadian tidak perlu terjadi, siapapun orangnya, bila first come, first served itu dipegang dengan baik oleh manajemen dan kru. Hal yang perlu diingat, customer itu adalah instrumen pemasaran yang paling efektif sejauh ini, untuk mengenalkan bahkan mempromosikan sebuah produk/brand entah itu barang atau jasa secara tidak langsung, mouth to mouth marketing. Bila satu customer merasa suka dengan produk dan puas dengan pelayanan, maka pihak manajemen tidak perlu keluar biaya lebih untuk promosi. Karena customer itu sendiri yang akan bertindak sebagai promotor anda secara tidak langsung (alamiah), bahkan tanpa dibayar.

Keep your customer as your partner, not just a buyer! 


No comments:

Post a Comment

Setelah baca postingan saya, jangan lupa tinggalin jejak ya. Terima kasih :))