Sunday, June 23, 2013

Resume Film Burning Season: Logika Bisnis vs Keberlanjutan Lingkungan

Film ini berangkat dari kisah nyata yang mengetengahkan sosok sentral bernama Chico Mendes di era 1950-1990an. Seseorang yang memiliki semangat juang tinggi, bukan hanya untuk memperjuangkan kelestarian hutan Amazon sebagai sumber kehidupan tetapi juga demi kemanusiaan. Keberadaan hutan ini penting artinya bagi masyarakat Cachoeira (Brazil) yang sehari-harinya bekerja sebagai penyadap karet. Teknologi yang mereka gunakan untuk menyadap karet pun terbilang sederhana.


Kearifan lokal dan Pendidikan

Masyarakat di Cachoeira ini sangat peduli dengan lingkungan, berbekal cerita/kepercayaan turun temurun tentang Curupira mereka sangat takut untuk memanfaatkan hasil hutan dengan cara tidak benar. Kearifan lokal inilah yang jadi modal utama bagi masyarakat untuk tidak berperilaku serakah atas hasil hutan. 

Chico Mendes selalu berkeyakinan bahwa kearifan lokal akan sangat maksimal bila masyarakatnya juga dibekali pola pendidikan yang cukup. Bekal pendidikanlah yang membuat seseorang bisa menghasilkan sebuah gerakan yang terukur.

Atas keyakinan tersebut, Chico memilih untuk bergabung dan membangun sebuah serikat pekerja bersama rekannya Wilson Pinheiro yaitu Sindicato. Melalui Sindicato, Chico dan Wilson berjuang keras untuk meyakinkan semua orang (salah satunya melalui forum Gereja) bahwa setiap orang berhak memeroleh sumber penghidupan layak tanpa harus merusak lingkungan yang notabene telah memberikan kita hidup guna keperluan makan, minum termasuk pembangunan. Masyarakat juga memiliki hak sama di mata hukum.

Globalisasi: Masyarakat vs Pebisnis

Sayangnya, logika environmentalist tersebut tidak linier dengan logika pembangunan yang dibawa oleh globalisasi saat ini. Bagi globalisasi, apapun halal sejauh itu dilakukan untuk pembangunan. Wilayah Cachoeira yang awalnya rimbun dengan pepohonan satu persatu mulai tumbang karena kehadiaran perusahaan besar Bordon yang berambisi menjadikan wilayah itu sebagai lahan peternakan sapi. Tujuannya untuk memenuhi permintaan pasokan daging dari para investor Eropa. 

Masyarakat dibawah koordinasi Chico dan Wilson berjuang mati-matian untuk menghentikan penebangan hutan. Karena bila pohon-pohon di hutan tersebut ditebangi, maka secara tidak langsung masyarakat akan kehilangan mata pencahariannya. Lebih pentingnya lagi, hutan akan kehilangan fungsinya sebagai paru-paru bumi. Menurutnya, pembangunan memang sangat dibutuhkan namun tidak dengan cara menguras habis alam. Kelestarian lingkungan di masa depan juga harus jadi perhatian serius bila tidak ingin anak-cucu kita kelaparan dan jatuh miskin karena ketiadaan sumberdaya. 

Structural Violence vs Anti-Violence 

Perjuangan Chico dkk rupanya tidak disambut baik oleh para pebisnis dari Bordon. Mereka mengupayakan segala cara agar hutan tersebut berubah jadi lahan peternakan seperti yang sudah direncanakan. Penebangan pohon, pembakaran hutan, aksi teror hingga penghilangan nyawa orang mereka lakukan. Hingga pada suatu malam, Wilson Pinheiro menjadi korban tembak pembunuh bayaran. Akibat tindakan itu, masyarakat marah lalu membalas dengan aksi yang sama dengan menewaskan salah satu orang Bordon.

Kekerasan tidak hanya sampai disana, Bordon juga memanfaatkan kekuatan militer untuk memback-up. Penduduk desa Cachoeira yang diduga terlibat dalam Sindicato (termasuk Chico) satu persatu ditangkap, dipenjara dan disiksa oleh aparat. Alasannya karena dianggap melawan hukum. Kejadian penting ini justru membakar semangat Chico dkk untuk tidak menyerah. 

Chico dkk sadar bahwa kekerasan tidaklah elok bila dibalas juga dengan kekerasan. Baginya perjuangan dengan senjata bukanlah cara terbaik untuk melancarkan aksi perlawanan. Chico lebih mengandalkan retorika, memperbanyak diskusi atas isu terkini di daerahnya, hingga menyetujui pembuatan film dokumenter oleh Steven Kaye. Film tersebut berisi kisah perjuangannya untuk memperjuangkan hak atas tanah dan kelestarian hutan Amazon yang ada di wilayahnya. Forum internasional di Miami juga dia manfaatkan untuk membuka mata dunia atas apa yang terjadi di daerahnya yang mungkin juga terjadi dibelahan dunia lain. 

Politik dan Kepemimpinan

Tidak cukup sampai disana, Chico rupanya sangat menyadari bahwa berjuang di level grass root akan sangat sia-sia bila tidak ada dukungan politik dari para pemimpin. Momen pemilihan kepala negara bagian jadi pilihan Chico untuk mencalonkan diri. Tujuannya tidak muluk-muluk, harapannya melalui politik dia berpeluang untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat. 

Kemampuan politik dan modal yang minim membuat Chico harus kalah dari lawan politiknya yang tidak lain adalah rekanan perusahaan Bordon yaitu Galvao. Selama pemerintahan Galvao, perusahaan Bordon berulang kali menghentikan setiap aksi yang dilakukan oleh Chico dkk. Termasuk menugaskan Darli Alves untuk membuka hutan dengan menebang pohon. Penolakan berulang kali dilakukan Chico dan warga. Namun disambut Alves dengan aksi penembakan brutal kepada warga. Tindakan tersebut diekspos dan menjadi headline diberbagai media massa dan elektronik. 

Tidak nyaman dengan tekanan media, akhirnya Galvao dan Alfredo Sezero (perwakilan Bordon) berinisiatif melakukan perundingan secara langsung dengan Chico. Hasilnya, pemerintah melalui Galvao memutuskan untuk menghentikan segala upaya pembukaan lahan perternakan di Cachoeira melalui pembangunan jalan, penebangan pohon dan pembakaran hutan. Secara politik, Galvao menjamin penegakan hukum dan kepastian hak warga atas tanah dan lahan disebagian hutan Amazon yang terletak di wilayah Cachoeira, Brazil. 

Refleksi Penting

Film ini layak disaksikan oleh banyak pihak untuk memahami dan menyadari bahwa eksploitasi sumberdaya alam seperti hutan tidak bisa jadi pembenaran atas laju pertumbuhan dan pembangunan di suatu wilayah. Aspek pemenuhan generasi di masa mendatang juga harus jadi pertimbangan untuk tidak menguras habis hasil alam. Hak-hak ulayat yang syarat dengan nilai-nilai moral untuk menjaga hutan sudah selayaknya dijadikan dasar penegakan hukum yang adil. 

Kemudian, belajar dari prinsip hidup Chico, ternyata kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk membuat pihak lain setuju dengan apa yang kita perjuangkan. Kekerasan tidak harus dibalas dengan kekerasan. Voice melalui gerakan sosial, retorika adalah modal sosial yang bisa ditempuh oleh setiap orang untuk memperjuangkan kelestarian lingkungan dan hak-hak kemanusiaan. 

Selain itu, sikap pemimpin politik juga menjadi faktor determinan apakah kebijakannya akan membawa kelestarian lingkungan dan pembangunan yang bermartabat atau justru membawa kehancuran bagi lingkungan dan juga manusia itu sendiri. Pada sisi lain, media massa juga memiliki peran untuk membuka mata sekaligus mendidik masyarakat untuk arif dalam memanfaatkan hasil alam. Melalui media massa pulalah voice dari masyarakat bisa tersalurkan dengan baik. 

Terakhir, hal yang tidak boleh dilupakan bahwa pendidikan itu penting untuk membentuk seseorang/kelompok agar bisa bertindak dan bersikap secara bijak. Namun terukur. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan generasi yang sadar akan lingkungan maka pendidikan adalah jawabannya.

No comments:

Post a Comment

Setelah baca postingan saya, jangan lupa tinggalin jejak ya. Terima kasih :))